Welcome To My Little World. Dont Forget To Leave Any Comment and Come Back Again :)

Selasa, Mei 31, 2016

0

Elegi 1001 Mawar Merah

Favim
Sayang,
Sekarang aku sudah tidak ada dipusat pengendali segala rasamu,
Sebab itu, bacalah sepenggal kertas yang aku simpan rapi dilaci lemari talamusmu.
Itu bukan surat wasiat atas perihal kematian.
Melainkan puisi yang sengaja kuletakkan ditempat tersembunyi.
Agar kelak kamu memahami.
Bahwa cintaku padamu tak akan pernah mati.
Sayang,
Sebelum kamu membacanya.
Aku mohon, pejamkan mata.
Mengusik masalalu dengan mengenang singkat bagaimana kita bertemu
Sesaat sebelum amarahmu memaksaku angkat kaki dari hadapmu
Dan membunuh semua anak rindu yang mengharap temu.
Sayang,
Aku ingin menyampaikan perihal tanda baca titik pada kalimat “aku mencintaimu.”
Dia tak berseru, tak berjeda, tak menanya, bahkan tak berhenti sejenak.
Dia mengakhiri yang baru saja aku nikmati.
Perihal rangkaian karangan 1001 mawar merah
Yang dulu sering kita bicarakan diruang tamu hatiku.
Yang kini menghitam dan berubah menjadi elegi.
Ketahuilah sayang,
aku sudah menutup mataku dengan senyumanmu.
Sehingga saat orang lain adalah alasanmu bahagia,
Kau mengerti kenapa aku lagi tak bisa melihat dunia.
Sebab aku mencintaimu,
Aku sudah mengganti kakiku dengan namamu
Sehingga saat kamu tak kembali padaku,
Kau tau kenapa aku tak pernah bisa melangkah lagi.
Sebab aku mencintaimu,
Aku sudah mengganti darahku dengan kenangan kita
Sehingga saat kamu lupa
Kamu bisa mengingatnya dengan merobek nadiku.
Sebab aku mencintaimu.
Sebab aku mencintaimu,
Sebab aku mencintaimu
Sebab, aku mencintaimu
Aku sudah mengganti udara dengan dirimu,
Sehingga saat kamu pergi.
Kau tahu kenapa aku bisa mati.
Sebab aku sudah tak bisa berpikir, karena hanya epitaf wajahmu yang terukir.

Sebab aku mencintaimu.
Sebab aku mencintaimu,
Sebab aku mencintaimu
Itulah mengapa dulu, aku tak pernah berhenti memintamu untuk kembali
Meski yang kau lakukan hanyalah menikam jantungku dengan belati.
Yang membuat diriku kini mati.


Semarang, 31 Mei 2016



Elegi (n); syair atau nyanyian 
yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita 
(khususnya pada peristiwa kematian)
1001 Mawar merah (n); Simbol cinta yang abadi

Jumat, Mei 13, 2016

0

Rindu

Surya menyapaku, bulan menemanimu
Kita tak berada dalam satu langit, tapi seluruh angkasa menyambutmu
Mereka mengirimmu dalam ruang rindu
Kau, misteriku, napas keduaku, bulir nadiku
Sapa aku dalam ruang rindu.
Aku berdiri, aku tak berjarak dengan telepon genggam, pengganti pelukmu.
Kring…
Nada telepon itu adalah nyanyian benda canggih terhebat
Dan auramu merambat menggetariku
Inilah waktuku, inilah waktumu, kau retakkan telingaku.

Selamat malam Mas, karenamu aku  jadi mengingat
Jika aku memukulmu, Tuhan memukulku
Akupun teringat, semoga hujan ditempatmu bukan wanita
Karena aku bisa cemburu, dia lebih dulu menyentuh tubuhmu.

Aku mendengar suaramu, menembus labirin otakku
Entah bagaimana beku dan hangat bisa kurasa menjadi satu
Jemariku dan mataku, menatap lurus puisi yang ku kirim untukmu jutaan detik lalu

Puisi yang kubuat untukmu, kau pasti suka, karena resepnya datang dari surga.
Surga yang berwarna. Oh iya, suatu saat jika nanti kau buta warna, Mas
Aku telah siap melukis pelangi monokrom dilangitmu

Kita terdiam, aku tersenyum, dan berusaha kusembunyikan olehmu
Seakan kau bisa menembus ruang melihatku, tapi aku tau, kau tahu senyum itu

Mas, aku tidak tahu menahu tentang arsitektur.
Tapi ulahkukah yang membuat senyummu jadi jembatan antara bumi dan surga malam ini?
Entahlah, aku tak tahu pasti. Tapi saat ini
Aku yang tak tahu menahu tentang ilmu bumi ini tahu pasti
Bahwa tatapan matamu, walau dibayangku, masih buatku lupa akan gravitasi
Akupun tidak paham strategi pasukan Purdi abad 13
Yang aku tahu hanyalah membentengimu dari panah wanita berengsek

Aku bergeser dan menatap langit disela jendelaku
Andai kita satu langit, disitu

Mas, aku tak paham astronomi
Tapi gugusan bintang setuju membentuk konstalasi rindu
Kala langitku dan langitmu dipisahkan oleh waktu
Aku juga tidak tahu menahu tentang matematika
Tetapi setiap aku memikirkanmu
2 kali 21 hasilnya selalu 5 huruf, sama dengan cinta

Aku menggodamu lewat angka, aku tahu kau tak suka matematika.
Kau tak butuh hitungan, karna kamu tahu, rasaku takkan pernah terhitung sampai kapanpun

Mas, saat ini aku hanya membawa bekal setumpuk keyakinan
Dan kotak berisikan hati
Apa itu cukup untuk menjelajahi waktu bersamamu?
Tenang saja, dan mencobalah menjelajah bersamaku
Meskipun aku tak paham terhadap ilmu apapun, kecuali memahamimu
Namun ingatlah, selama kita menjelajahi waktu
Mungkin aku sering melompat, terbang
Namun tenanglah, Mas, didasar hatimulah aku selalu jatuh
Seangkasa dan sepalung manapun kita terbang tenggelam
Mana bisa kamu mati, Mas
Jika surga memiliki nadi, cinta kita adalah denyutnya

Kau tersentak. Kata kata itu menusuk hingga relung dan batinmu

Ya, surga bernadi dan cinta kita denyutnya
Oh Mas, cahaya kedua setelah matahari
Betapa aku telah jatuh padamu dan menolak bangun lagi

Biarlah ucap kuasa Tuhan yang membentuk senyummu
Jatuhlah seperti hujan memukul tanah, jatuhlah sesuai kalender surga
Namun, apalah guna kalender jika hanya mengurut hari,
Kamu telah menjadi detik yang kulewati, dan segala musim yang kulalui

Kita terdiam, hening, dan aku merekam bunyi napasmu
Sebagai pengingat, kau adalah udaraku

Tidak tahu menahu tentang otomotif, tetapi namaku disebut olehmu
Detak jantungku bisa melesat cepat, membalap apa saja, siapa saja
Entah terbuat apa dirimu, ketika kudengar namamu
Talangmus diotakku tak henti menggambar wajah dan nadiku yang bergemuruh
Bumi berputar, tapi aku tidak pusing karenanya, kau mau berputar-putar
Biarlah aku pusing, asal tidak lepas pandangaku kearahmu
Tuhan Maha Pecinta, Dia turunkan butiran seujung kukunya
Melalui jemarimu dan kata-katamu yang luar biasa.
KeMahahaan Tuhan kulihat kadang humoris
Menyiadakanmu di musim galau
Seperti menurunkan hujan di musim kemarau, aku terhibur
KeMahaan Tuhan Sang Pengatur Segala
Disediakannya kamu sebagai salju
Yang siap membekukank dalam setian deretan kata-kata syahdu
Aku malu.

Aku ingin melihat antrian kata  yang berdesakkan di isi kepalamu, Mas
Aku ingin menyaksikan kuasa Tuhan melalui jemarimu

Aku tercekik rindu,  waktu dan ruang seakan menghukumku
Andai bumi tak berputar, andai waktu terhenti.
Aku abadikan saat ini

Aku menyalahkanmu, Mas
Kini paru-paruku hanya sebesar 1 cm
Ruang napasku disesaki oleh baris cantik huruf-huruf yang tersusun semesta pikirmu
Akupun masih menyalahkanmu, huruf-hurfumu berbaris seperti tentara
Kini telapak kakiku meleleh, berdiri diatas kata-katamu yang membara
Ini salahmu, Mas jika esok matahari memusuhiku
Karena hangat kata dan sapamu cukup membuatku melewati ribuan hari tanpa pagi
Dan aku masih menyalahkanmu, kamu biang keladi
Seenaknya menghentikan waktu dunia dengan kalimat ajaib
Yang setara dengan mantra surga

Kini Mozzart, Bethoven bahkan Choppin bisa murka,
Karena melodi terindah bagiku terlantun dari kata galian tarian lidahmu
Dalam setiap kecapmu
Tuhan Maha Kreatif, Dia mencinptakan berbagai kalimat semangat
Untuk hidupku dan salah satunya datang dari dirimu

Aku tidak pernah menanyakan  apa itu cinta
Hingga kau datang dengan ribuan jawaban
Jawaban yang akan terus kupilih berkali-kali sampai mati
Iya, kau jawabanku atas hal-hal yang bahkan belum kutanyakan
Karena aku yakin,- meyakini

Ini detik aku melepasmu, dan aku akan kembali pada bayangmu
Dan menggemgam hampa jemari yang berjarak

Terimakasih, Mas
Kini nadiku kembali berdenyut, tatkala gubahan katamu menelusuk sanubari
Dan menari-nari dalam pembuluh arteri
Kau diam, Aku mati
Selamat Tidur, Mas


Danis House, Pare, 30 Januari 2016

Kamis, Mei 12, 2016

0

Jangan Kembali

Tempat ternyaman bagiku, Hatimu, 12 Mei 2016


Untukmu, pemilik senyum manis yang melankolik

                Surat ini khusus aku alamatkan ke rumah hatimu. Tempat dimana aku pernah berkunjung sebagai tamu, namun tak pernah ku ketahui alamat detail nya dan daerah spesifik nya. Entah apa yang sedang aku pikirkan, tapi tiba-tiba saja bayanganmu menyelinap, mengendap-ngendap masuk dalam ruang kendali otak-ku dan mengambil alih jaringan utama pengendali tubuhku. Mengganti seluruh pemikiran dengan memori kenangan saat awal kita berjumpa. Aku masih ingat betul saat kamu menyapaku terlebih dahulu, saat kamu memanggil namaku. Aku tak akan pernah melupakan rentetan peristiwa yang terjadi diantara kita. Dan satu hal yang paling ku ingat betul saat kau mengucapkan kalimat, “Ini aku mau pulang ke Surabaya, kenapa? Kangen?” Aku selalu selalu ingat bagaimana caramu dan caraku untuk menikmati detik yang berganti menjadi menit, menit yang melangkah menuju jam. Nyatanya, aku belum benar-benar membuang semua tentangmu dari otak-ku.

Kepada kamu, yang mungkin saja telah melupakanku

                Ini adalah bulan keempat setelah kamu memilih beranjak pergi dari hidupku. Semua terasa berbeda. Sungguh. Tak ada hal lain yang aku lakukan, selain menemukan cara terbaik untuk menyingkirkan kamu dari sudut talangmus-ku. Aku bertingkah seakan-akan melupakanmu adalah hal yang paling mudah dilakukan. Begitu dahsyatnya perpisahan tanpa kalimat selamat tinggal, hingga membuatku hilang arah pada apa yang sesungguhnya bukan milikku. Aku menulis ini dengan sangat hati-hati, agar setiap deretan aksara nya tak lagi menyebabkan tangis dan agar kenangan tentangmu tak lagi menimbulkan duka. Aku tak pernah memaksa pengendali tubuhku untuk melupakanmu, semakin aku memaksakan diri untuk melupakanmu, semakin kamu memenuhi sudut-sudut terpencil di labirin otak-ku. Sementara aku tak ingin melukai diriku dengan memutar kembali sinema cinta kita dengan cara menyakitkan.
                Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu? Apakah dia sangat memahamimu? Apakah dia mau menantimu berjam-jam? Apakah kekasihmu mau memaklumi setiap detail sikapmu yang kekanak-kanakkan? Apakah kekasihmu mau rela menahan kantuknya hanya untuk mendengarkan suara beratmu dari ujung telepon? Ah.. mungkin dia lebih baik dari diriku sehingga kamu lebih memilihnya. Aku tak masalah. Namun, rasanya aku seperti diberi larutan asam pada lukaku yang menganga lebar. Saat kamu mengatakan bahwa kamu sudah menemukan penggantiku begitu mudah. Aku tak menyangka jika selama ini sesuatu yang aku anggap nyata hanyalah bayang semu yang aku ciptakan sendiri bersama ilusi-ilusi yang kaya akan pemanis buatan. Sampai saat ini aku tak menyangka, jika aku memperjuangkan orang yang sama sekali tak pernah melihat seberapa keras usahaku untuk mengaminkan doaku. Bertemu dengan mu.

                Mungkinkah sepasang hati bisa jatuh cinta, walaupun mereka belum pernah bertemu? Atau mungkinkah seseorang dengan mudah menyerahkan segenap hatinya kepada sosok orang yang belum pernah ditemuinya?

                Kamu masih ingat dengan kalimat diatas? Kalimat dimana aku secara tidak langsung memberikan kesempatan padamu untuk membunuhku secara perlahan dengan semua ketidakpastian yang terlihat pasti. Mungkin aku adalah gadis terbodoh, yang begitu mudah menyerahkan hatinya pada seorang pria yang tak kuketahui sebelumnya. Mungkin hanya aku yang memahfumi, jika tak ada yang mustahil dalam cinta, sekalipun mencintai kamu yang belum terjamah pertemuan. Aku menyerahkan seluruh hatiku padamu, meskipun pada akhirnya kamu membuka luka lamaku kemudian menaburinya dengan kristal asam. Rasanya Perih. Andai aku punya mesin waktu yang membawaku meremidi semua hal yang berkaitan tentang kita. Hal pertama yang aku pilih adalah, aku tak bertemu dengan kamu. Aku tak ingin mengulangi kesalahan lampauku. Menanti yang tak kunjung pasti, yang selalu menaburi asam pada hati dan tak sadar jika dirimulah yang selalu aku nanti. Andai aku bisa lebih bersabar, mungkin aku tidak akan mengijinkan hatiku berlabuh pada hatimu.

Untukmu, seorang lelaki yang menjadi penambang rindu di hatiku.

                Sudah lama aku tak mengetahui kabarmu, bagaiana keseharianmu dan pekerjaanmu. Apakah hal itu penting untuk aku lakukan? Aku sudah melindungimu dengan doaku. Mengamankanmu dengan amin yang selalu kupanjatkan untuk pembahagiamu. Aku juga sudah melindungimu dalam kenangan. Masih bolehkah? Aku selalu merindukan setiap detail kejadian bersamamu, masih pantaskah? Aku rindu kamu begitu juga dengan kita. Aku rindu dengan suara khasmu yang muncul saat kamu ucapkan kata “rek”. Aku rindu lelaki yang selalu punya cara tersendiri untuk meluiuhkanku. Aku rindu saat aku menjadi pusat perhatianmu, saat yang kamu lakukan adalah memandangku.
                Surabaya. Ada banyak hal yang aku pelajari di kota tersebut. Tentang artian menanti yang tak pasti. Saat tiap tangis yang tercipta, hanya akan menimbulkan duka. Tentang artian mencintai walaupun dikhianati. Tentang artian memperjuangkan yang seharusnya dilepaskan. Surabaya. Ada banyak hal yang tak bisa aku lupakan dari Surabaya, salah satunya adalah… seyummu.


Dari seseorang yang
Mempersilahkanmu  masuk dalam ruang tamu hatiku,
Yang memberimu ruang untuk berbicara cinta
Yang menyuguhhkan kudapan manis
Namun kau hancurkanku dengan begitu miris.


Selasa, Mei 10, 2016

0

Jangan Bilang Kamu Mencintaiku

Pinterest
Tak ada lagi penjelasan yang mampu memperbaiki kita. Kamu terlalu rumit untuk aku pahami. Pemikiranmu terlalu kaku untuk aku lunakkan. Terlalu banyak prasangka yang tak menuju kearah yang bisa menenangkan. Perilakumu selalu menjadi teka-teki yang tak kumengerti. Kamu memaksaku untuk selalu memahami jalan pemikirannmu. Kamu menginginkan aku agar memahfumi setiap perkataanmu, yang tentu saja tak bisa kutebak dengan mudah. Kamu menuntutku untuk memaklumi setiap gerak-gerik perilakumu yang tak tertangkap oleh mataku. Aku mencoba sabar dengan sikapmu yang selalu begitu. Dengan tutur bahasamu yang selalu saja dingin terhadapku. Dihadapmu aku tak pernah benar, meski aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjelaskan yang seharusnya aku biarkan. Kita.
Aku bersikeras untuk merapikan apa yang seharusnya aku tinggalkan. Berharap jika suatu hari nanti perhatianmu akan menderas ke arah ku. Aku mencoba sekuat tenaga untuk membuat kita menjamah pertemuan yang selalu aku nantikan. Meskipun yang ku temui selalu bayang semu dirimu yang aku buat dengan derai air mata. Namun kamu masih saja diam membisu. Sadarkah kamu, bahwa perjuangan-ku juga butuh kepedulianmu, entah karena kamu terlalu bodoh untuk menilai, atau terlalu egois untuk memaklumi. Aku mencoba ikhlas, meski air mataku akan habis terkuras. Aku berusaha bertahan, mempertahankan apa yang seharusnya aku lepaskan.
Dalam kurun waktu empat bulan ini, aku sudah beberapa kali mengunjungi tempat tinggalmu. Surabaya. Aku sudah menunggu sangat lama untuk menemuimu.  Berharap anganku bertemu dirimu bisa menyentuh kenyataan. Namun, mengapa hanya diam dan bisumu yang ku dapati di hari-hari yang seharusnya menjadi pertemuan kita? Apakah kesabaran dan perjuangan yang kulakukan benar-benar tidak terlihat dimatamu? Kamu tak pernah ada disini saat aku membutuhkan mu. Aku juga tak bisa memahami lagi, apakah kebersamaan kita masih pantas aku perjuangkan? Pantaskah sosokmu selalu aku pertahankan, jika yang kudapatkan hanya pengabaian, ketidakpedulian, dan kebohongan. Bagian manakah yang bisa memberi kebahagiaan?
Kamu jauh disana. Tak ada yang bisa kulakukan selain berharap kamu merindukan-ku. Rasa sakitku semakin membesar, membentuk luka yang sulit disembuhkan. Kamu selalu berharap aku mengerti, sementara yang hanya kamu lakukan hanyalah berdiam diri. Apakah ini yang kau sebut dengan mencintai? Kamu pernah bilang jangan mempercayai orang lain, tapi percayalah sama hatimu. Tapi yang sering kamu lakukan adalah menghakimi kesalahanku dengan sesukamu. Apakah ini yang kamu sebut dengan memaklumi? Bukankah kamu sudah tahu bagaimana rasanya dikecewakan, seharusnya kamu lebih tau menghargai pengorbanan. Apakah ini yang kamu maksud dengan berpenglaman? Aku meragu.



Tolong jangan berperilaku seakan-akan menginginkanku,
Jika yang kamu selalu lakukan adalah
membagi hatimu pada setiap wanita yang memujamu.

Senin, Mei 02, 2016

0

Persinggahan Duka

Favim

Selamat datang di persinggahan duka
Yang mungkin akan membuat matamu terbuka.
Bahwa mencintai bukan hanya soal bahagia.
Tetapi juga berkorban dengan penuh lara.

Disini aku sebagai tempat singgah
Yang tak pernah bisa menyanggah
Jika  akan selalu menjamu tamu dengan sungguh.
Dengan resiko, hati yang selalu terbunuh.

Tak peduli jika aku penuh luka.
Yang ku tawarkan akan selalu sama.
Kebahagiaan yang penuh tawa.
Meskipun bayarannya hanya merana.

Disini aku punya tempat yang humoris.
Yang selalu menyajikan kenangan manis.
Dan senyumnya akan terlihat meringis.
Karena sebetulnya dia menangis.
Dan membuat hatinya ter iris tipis-tipis.

Jangan lupa mengucapkanku selamat tinggal.
Karena suatu saat kau akan menyesal.
Memilih dia yang membuatmu hatimu meninggal.

Aku tak menuntut tamuku kembali.
Karna memang sudah takdirnya aku begini.
Menjalani hari hari dengan patah hati.
Dan menjadikannya kenangan dalam sebuah melodi.
Yang akan kau putar disuatu hari nanti.
Dan menjadikanmu merindukanku setengah mati.

Selamat tidur para tamu ku.
Aku akan selalu merindu.
Meski tak akan berujung temu.
Karena aku hanyalah sebuah bayangan semu.
Yang hanya bisa diam dan membisu


Dan segala rasa cinta yang tak mungkin kau balas.
Aku akan terima dengan hati yang ikhlas.

Semarang, 02 Mei 2016