Surya menyapaku, bulan menemanimu
Kita tak berada dalam satu
langit, tapi seluruh angkasa menyambutmu
Mereka mengirimmu dalam ruang
rindu
Kau, misteriku, napas keduaku,
bulir nadiku
Sapa aku dalam ruang rindu.
Aku berdiri, aku tak berjarak
dengan telepon genggam, pengganti pelukmu.
Kring…
Nada telepon itu adalah nyanyian
benda canggih terhebat
Dan auramu merambat menggetariku
Inilah waktuku, inilah
waktumu, kau retakkan telingaku.
Selamat malam Mas, karenamu aku jadi mengingat
Jika aku memukulmu, Tuhan memukulku
Akupun teringat, semoga hujan ditempatmu bukan wanita
Karena aku bisa cemburu, dia lebih dulu menyentuh tubuhmu.
Aku mendengar suaramu, menembus
labirin otakku
Entah bagaimana beku dan hangat
bisa kurasa menjadi satu
Jemariku dan mataku, menatap lurus
puisi yang ku kirim untukmu jutaan detik lalu
Puisi yang kubuat untukmu, kau pasti suka, karena resepnya datang dari surga.
Surga yang berwarna. Oh iya, suatu saat jika nanti kau buta warna, Mas
Aku telah siap melukis pelangi monokrom dilangitmu
Kita terdiam, aku tersenyum, dan
berusaha kusembunyikan olehmu
Seakan kau bisa menembus ruang
melihatku, tapi aku tau, kau tahu senyum itu
Mas, aku tidak tahu menahu tentang arsitektur.
Tapi ulahkukah yang membuat senyummu jadi jembatan antara bumi dan
surga malam ini?
Entahlah, aku tak tahu pasti. Tapi saat ini
Aku yang tak tahu menahu tentang ilmu bumi ini tahu pasti
Bahwa tatapan matamu, walau dibayangku, masih buatku lupa akan
gravitasi
Akupun tidak paham strategi pasukan Purdi abad 13
Yang aku tahu hanyalah membentengimu dari panah wanita berengsek
Aku bergeser dan menatap langit
disela jendelaku
Andai kita satu langit, disitu
Mas, aku tak paham astronomi
Tapi gugusan bintang setuju membentuk konstalasi rindu
Kala langitku dan langitmu dipisahkan oleh waktu
Aku juga tidak tahu menahu tentang matematika
Tetapi setiap aku memikirkanmu
2 kali 21 hasilnya selalu 5 huruf, sama dengan cinta
Aku menggodamu lewat angka, aku
tahu kau tak suka matematika.
Kau tak butuh hitungan, karna
kamu tahu, rasaku takkan pernah terhitung sampai kapanpun
Mas, saat ini aku hanya membawa bekal setumpuk keyakinan
Dan kotak berisikan hati
Apa itu cukup untuk menjelajahi waktu bersamamu?
Tenang saja, dan mencobalah menjelajah bersamaku
Meskipun aku tak paham terhadap ilmu apapun, kecuali memahamimu
Namun ingatlah, selama kita menjelajahi waktu
Mungkin aku sering melompat, terbang
Namun tenanglah, Mas, didasar hatimulah aku selalu jatuh
Seangkasa dan sepalung manapun kita terbang tenggelam
Mana bisa kamu mati, Mas
Jika surga memiliki nadi, cinta kita adalah denyutnya
Kau tersentak. Kata kata itu
menusuk hingga relung dan batinmu
Ya, surga bernadi dan cinta kita denyutnya
Oh Mas, cahaya kedua setelah matahari
Betapa aku telah jatuh padamu dan menolak bangun lagi
Biarlah ucap kuasa Tuhan yang membentuk senyummu
Jatuhlah seperti hujan memukul tanah, jatuhlah sesuai kalender surga
Namun, apalah guna kalender jika hanya mengurut hari,
Kamu telah menjadi detik yang
kulewati, dan segala musim yang kulalui
Kita terdiam, hening, dan aku
merekam bunyi napasmu
Sebagai pengingat, kau adalah
udaraku
Tidak tahu menahu tentang otomotif, tetapi namaku disebut olehmu
Detak jantungku bisa melesat cepat, membalap apa saja, siapa saja
Entah terbuat apa dirimu, ketika kudengar namamu
Talangmus diotakku tak henti menggambar wajah dan nadiku yang bergemuruh
Bumi berputar, tapi aku tidak pusing karenanya, kau mau berputar-putar
Biarlah aku pusing, asal tidak lepas pandangaku kearahmu
Tuhan Maha Pecinta, Dia turunkan butiran seujung kukunya
Melalui jemarimu dan kata-katamu yang luar biasa.
KeMahahaan Tuhan kulihat kadang humoris
Menyiadakanmu di musim galau
Seperti menurunkan hujan di musim kemarau, aku terhibur
KeMahaan Tuhan Sang Pengatur Segala
Disediakannya kamu sebagai salju
Yang siap membekukank dalam setian deretan kata-kata syahdu
Aku malu.
Aku ingin melihat antrian kata
yang berdesakkan di isi kepalamu, Mas
Aku ingin menyaksikan kuasa Tuhan melalui jemarimu
Aku tercekik rindu, waktu dan ruang seakan menghukumku
Andai bumi tak berputar, andai
waktu terhenti.
Aku abadikan saat ini
Aku menyalahkanmu, Mas
Kini paru-paruku hanya sebesar 1 cm
Ruang napasku disesaki oleh baris cantik huruf-huruf yang tersusun
semesta pikirmu
Akupun masih menyalahkanmu, huruf-hurfumu berbaris seperti tentara
Kini telapak kakiku meleleh, berdiri diatas kata-katamu yang membara
Ini salahmu, Mas jika esok matahari memusuhiku
Karena hangat kata dan sapamu cukup membuatku melewati ribuan hari
tanpa pagi
Dan aku masih menyalahkanmu, kamu biang keladi
Seenaknya menghentikan waktu dunia dengan kalimat ajaib
Yang setara dengan mantra surga
Kini Mozzart, Bethoven bahkan Choppin bisa murka,
Karena melodi terindah bagiku terlantun dari kata galian tarian lidahmu
Dalam setiap kecapmu
Tuhan Maha Kreatif, Dia mencinptakan berbagai kalimat semangat
Untuk hidupku dan salah satunya datang dari dirimu
Aku tidak pernah menanyakan apa
itu cinta
Hingga kau datang dengan ribuan jawaban
Jawaban yang akan terus kupilih berkali-kali sampai mati
Iya, kau jawabanku atas hal-hal yang bahkan belum kutanyakan
Karena aku yakin,- meyakini
Ini detik aku melepasmu, dan aku
akan kembali pada bayangmu
Dan menggemgam hampa jemari yang
berjarak
Terimakasih, Mas
Kini nadiku kembali berdenyut, tatkala gubahan katamu menelusuk
sanubari
Dan menari-nari dalam pembuluh arteri
Kau diam, Aku mati
Selamat Tidur, Mas
Danis House, Pare, 30 Januari 2016