Credit Picture: weheartit.com
Hingar bingar lampu pada jalan utama tak mampu membuat aku sekejap pun
untuk mengalihkan pandanganku pada sebuah mini album kita. Aku memang bukan
pengingat yang baik, bahkan sampai saat ini aku lupa bagaimana kita pernah sedekat
nadi. Dekat? Mungkin aku salah mendefinisikan kalimat dekat, karena bagimu kita
bukanlah apa-apa, atau bisa jadi definisi dekat menurutmu sudah berbeda saat
kita bersama, dulu. Iya dulu, sebelum semuanya sekejam ini. Menurutku, dulu
adalah kalimat yang sangat menyiksa untuk didengar. Biasanya kata itu terdengar
ketika semuanya sudah berubah jauh berbeda dari sebelumnya, atau mungkin kata
tersebut menjelaskan tentang sesuatu yang sangat dekat, lalu waktu membuat hal
tersebut menjadi sangat berjarak. Sama seperti saat ini, saat aku mulai
merindukan kamu. Aku tak berani menyimpulkan apakah kamu merindukan ku juga.
Tetapi setahuku, ketika kau merindukan seseorang, kau akan mencoba untuk
menanyakan kabarnya kan? Ah, atau mungkin, aksara kangen menurutmu sudah
bergeser arti menjadi sesuatu yang berbeda. Aku tak tahu, Mas.
Entah kenapa, semakin lama aku
melihat foto kita, mataku semakin memanas. Aku tersenyum, tapi dadaku
bergemuruh sangat hebat, tak ada susunan huruf yang mampu menggambarkan
perasaan macam apa yang terjadi. Aku menghela nafas, menahan sejenak logika
yang sedang berperang dahsyat melawan perasaan yang tak bisa aku elak. Ada
sedikit hambatan pada sistem inspirasiku, seperti ada penghalang saat otot
antar tulang berkontraksi. aku tak tahu apa yang menjadi sebab dadaku ngilu,
yang jelas ketika mengingatmu, ada semacam belati tajam yang semakin masuk
meranggas tanpa batas menghujam apa saja ditubuhku. Dan aku seolah pasrah
menerima kenyataan bahwa mengingatmu membuatku sekarat dengan napas tercekat. Ah,
aku sudah mati rasa. Rasaku sudah hancur ketika kau mengusirku secara sederhana
tapi menyiksa. Ini tak adil untukku, dulu kau yang menarikku masuk kedalam
duniamu, sekarang kau yang menyuruhku pergi. Seolah aku penyebab dari
ketidakbahagiaanmu. Apakah aku memang tak pernah membuatmu bahagia, mas? Jika
kau tak bahagia, lantas aku sebut apa saat kau tertawa kegirangan tanpa aba?
Mungkin kau hanya terhibur, dan aku adalah sang penghibur. Seironis itu
hubungan kita, mas.
Kau memenuhi kepalaku, macam
hujan yang datang sesukanya, lalu menjadi pengingat rasa kehilangan. Terdapat
banyak kerusakan reseptor gerak sadar saat kau pergi. Tak banyak yang aku
lakukan saat melihatmu punggungumu semakin jauh tak terlihat. Seperti angin
topan yang membawa ku tinggi. Terlalu tinggi. Dan seketika itu pula aku
dijatuhkan tanpa persiapan. Tak ada yang bisa meredam gejolak pertarungan
sengit antara akal sehat dan nurani untuk memintamu untuk tetap disini. Mungkin
aku terlalu egois, terlalu menuntut kamu
berada disisiku. Sedang Tuhan saja susah payah memisahkan kita karena kesamaan
yang beda. Semesta ini terlalu mempermainkanku dengan mempertemukanku pada
seseorang yang tak sempat aku mengatakan cinta padanya. Letupan letupan
kesedihan tak bisa aku hindari, kepalaku masih terdapat gerak-gerik singkatmu
yang terekam manis pada setiap sel-sel dalam otakku. Aku sering mengalami sakit
kepala yang tak tertahankan akhir-akhir ini. Mungkin ini dikarenakan karena
kepalaku diisi sesak olehmu, tak ada apapun kecuali narasi-narasi singkat
pembentuk kenangan yang nyata. Aku masih mencintaimu, mas.
Hujan mungkin menjadi terdakwa
karena sudah membuat anak adam menangis sejadinya ketika hujan datang dengan
penuh kesadisan tempo dulu. Saat jari jemarimu memenuhi sela jari jariku. Tak bisa dibantah, jika mengingatmu seperti
menenggak vodka secara berkala. Memabukkan dan menghangatkan, namun sering
sekali aku harus menahan sakit sendiri saat vodka membunuhku perlahan. Pembuat
candu yang membunuh. Sesakit itulah mas, aku mengingatmu. Tak ada rangkaian
pembentuk kalimat rindu untukmu, karena kehilanganmu itu adalah matiku. Tak ada
lagi senyum manis yang terbentuk manja. Tak ada lagi tatapan mata bahagia dari
gadis yang kau tinggal pergi tanpa kabar. Ketika kau pergi, bukan hanya kamu
yang pergi mas, tetapi juga aku dan sepenuh hatiku juga ikut pergi bersamamu.
Pergimu itu singkat mas, tapi itu membawa nestapa tak berkesudahan.
Sebelum aku menyudahi rangkaian
elegy patah hati, aku ingin kau tahu tentang dia yang sekarang. Dia yang tanpa
kamu dua tahun lalu. Kau harus satu hal dari dia saat ini mas, dia sekarang
menjadi wanita penjaja keromantisan pada lelaki. Dia tidak jual diri, mas. Dia
hanya menjual retorika cinta yang digemari banyak pria, yang membuat para
wanita lain mengais ngais belas kasihan karena lelakinya menggadaikan kata
setia untuk seorang gadis yang tak percaya cinta. Mungkin pergi mu itu sangat
mudah bagimu mas, tapi tak pernah mudah untuk gadis yang kau tinggal sendirian
dengan mata penuh sembab sebab kau. Kau tahu gadis itu kan, mas? Gadis yang
sedang pernah kau berikan kepercayaan menjaga rumah singgahmu yang penuh
kebahagiaan didalam dunia maya. Aku.
Salam
kangen untuk kamu yang bernama Indra.
Dari
gadis yang pernah kau telepon saat kangen kangennya.