Welcome To My Little World. Dont Forget To Leave Any Comment and Come Back Again :)

Selasa, November 15, 2016

0

Kehilangan

Ini adalah detik-detik terakhirku mencintaimu. Beberapa menit sebelum masinis membawaku jauh dari tempat tingalmu. Surabaya, kota dimana ribuan janji-janji yang pernah kau buat menguap kepermukaan begitu saja. Entah karena kamu lupa, atau memang dirimu sengaja melupa.

Aku duduk didekat jendela kafe, berkelakar tentang apa yang sedang kau lakukan setelah meninggalkanku. Sampai saat ini, aku masih mengimani jika kau masih memikirkan sedikit tentang kita dan tentu kota Surabaya. Meskipun ada rasa sakit yang sangat saat mengetahui, jika yang orang aku cintai, ternyata tak mau menemui. Hatiku tewas mengenaskan, saat aku harus memahfumi jika yang kau pilih menjadi sandaran adalah dia yang dari awal kau sebut teman. Menggemaskan memang, saat kau memilih dia hanya karena aku terlanjur menyakitimu. Lucu sekali, ketika dia yang kau cintai menyakitimu, kemudian bertingkah seolah dia yang berada dipihak tersakiti. Aku tersenyum getir, merekayasa ulang setiap kejadian-kejadian yang membawaku dikota tempat dimana dirimu menetap.

Ku genggam dan ku tatap lembut sosok pria yang terdapat diponselku. Tak bisa aku sanggah, aku mencintainya dengan sungguh, mengabaikan setiap rintang untuk sekedar bertemu, membuat kita mendekat setiap inchi pada sebuah pertemuan. Namun, pada akhir cerita cinta kita, kau hanya menjadikanku tempat singgah yang bisa kau datangi seenak hatimu. Aku menghela napasku, masih mengilhami bahwa kau akan datang menemuiku, dan merubah semua  keputusanmu. Merana memang, saat harus mengiba kasih, pada orang yang tak bisa mengasihi. Dadaku bergetar hebat, menyembunyikan setiap ratapan kecewa ketika membaca kembali setiap pesan singkat yang membawamu dalam angan disetiap kenangan.

Aku masih menanti datangnya kereta api yang membawaku menjauh dari dirimu, mengitari stasiun Pasar Turi sembari merapalkan doa agar Tuhan mau mengubah skenario kita secara tiba-tiba. Hatiku teriris tipis-tipis saat mengingat ini adalah kesempatan terakhir untuk membiarkan diriku tetap jatuh cinta kepadamu. Karena takdir lebih setuju membuatmu terikat pada perempuan lain yang sering kau pikat melalui cinta maya yang sesaat. Distasiun ini, semua kenangan tentang bagaimana kau dan aku bermula dulu mulai datang dan membuat dadaku semakin sesak. Bagaimana tidak, tempat yang dulu kau janjikan menjadi tempat pertemuan kita, kini membuatku nelangsa dan penuh duka.

Stasiun. Mengkin untuk sebagian orang, stasiun adalah tempat dimana kecupan kening mempunyai arti bukan sekedar kecup, tetapi juga untuk tetap mengimani dan percaya pada cinta yang berjarak. Namun bagiku, stasiun adalah kuburan; tempat dimana aku memakamkan kenangan yang berulang kali datang untuk menghantuiku. Sebab, ditempat ini pulalah aku dan semua akal sehatku harus membunuh secara sadis ratusan anak rindu yang berharap sebuah temu.

Tak kusadari, aku menangis saat menjauhi peron menuju kereta api yang membawaku pulang. Meratapi setiap kejadian-demi-kejadian yang membuatku lupa akan kewarasan. Semua hal yang aku lakukan selalu saja berpusat pada sosok dirimu yang tak bisa aku miliki. Kamu, adalah empat aksara yang menjadikanku linglung akan kepastian. Meraba-raba setiap jengkal kemungkinan dengan harapan yang hanya bisa jadi angan. Diluar hujan, dan didalam hati banyak kenangan. Mereka tak berteman, entah siapa nanti yang akan menang. Yang jelas keduanya mengingatkanku akan sebuah sedih yang sangat saat kehilangan.


Banaran, 15 Novmber 2016
Dari gadis lugu yang mencoba menemuimu
pada februari dua ribu enam belas.





Selasa, Mei 31, 2016

0

Elegi 1001 Mawar Merah

Favim
Sayang,
Sekarang aku sudah tidak ada dipusat pengendali segala rasamu,
Sebab itu, bacalah sepenggal kertas yang aku simpan rapi dilaci lemari talamusmu.
Itu bukan surat wasiat atas perihal kematian.
Melainkan puisi yang sengaja kuletakkan ditempat tersembunyi.
Agar kelak kamu memahami.
Bahwa cintaku padamu tak akan pernah mati.
Sayang,
Sebelum kamu membacanya.
Aku mohon, pejamkan mata.
Mengusik masalalu dengan mengenang singkat bagaimana kita bertemu
Sesaat sebelum amarahmu memaksaku angkat kaki dari hadapmu
Dan membunuh semua anak rindu yang mengharap temu.
Sayang,
Aku ingin menyampaikan perihal tanda baca titik pada kalimat “aku mencintaimu.”
Dia tak berseru, tak berjeda, tak menanya, bahkan tak berhenti sejenak.
Dia mengakhiri yang baru saja aku nikmati.
Perihal rangkaian karangan 1001 mawar merah
Yang dulu sering kita bicarakan diruang tamu hatiku.
Yang kini menghitam dan berubah menjadi elegi.
Ketahuilah sayang,
aku sudah menutup mataku dengan senyumanmu.
Sehingga saat orang lain adalah alasanmu bahagia,
Kau mengerti kenapa aku lagi tak bisa melihat dunia.
Sebab aku mencintaimu,
Aku sudah mengganti kakiku dengan namamu
Sehingga saat kamu tak kembali padaku,
Kau tau kenapa aku tak pernah bisa melangkah lagi.
Sebab aku mencintaimu,
Aku sudah mengganti darahku dengan kenangan kita
Sehingga saat kamu lupa
Kamu bisa mengingatnya dengan merobek nadiku.
Sebab aku mencintaimu.
Sebab aku mencintaimu,
Sebab aku mencintaimu
Sebab, aku mencintaimu
Aku sudah mengganti udara dengan dirimu,
Sehingga saat kamu pergi.
Kau tahu kenapa aku bisa mati.
Sebab aku sudah tak bisa berpikir, karena hanya epitaf wajahmu yang terukir.

Sebab aku mencintaimu.
Sebab aku mencintaimu,
Sebab aku mencintaimu
Itulah mengapa dulu, aku tak pernah berhenti memintamu untuk kembali
Meski yang kau lakukan hanyalah menikam jantungku dengan belati.
Yang membuat diriku kini mati.


Semarang, 31 Mei 2016



Elegi (n); syair atau nyanyian 
yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita 
(khususnya pada peristiwa kematian)
1001 Mawar merah (n); Simbol cinta yang abadi

Jumat, Mei 13, 2016

0

Rindu

Surya menyapaku, bulan menemanimu
Kita tak berada dalam satu langit, tapi seluruh angkasa menyambutmu
Mereka mengirimmu dalam ruang rindu
Kau, misteriku, napas keduaku, bulir nadiku
Sapa aku dalam ruang rindu.
Aku berdiri, aku tak berjarak dengan telepon genggam, pengganti pelukmu.
Kring…
Nada telepon itu adalah nyanyian benda canggih terhebat
Dan auramu merambat menggetariku
Inilah waktuku, inilah waktumu, kau retakkan telingaku.

Selamat malam Mas, karenamu aku  jadi mengingat
Jika aku memukulmu, Tuhan memukulku
Akupun teringat, semoga hujan ditempatmu bukan wanita
Karena aku bisa cemburu, dia lebih dulu menyentuh tubuhmu.

Aku mendengar suaramu, menembus labirin otakku
Entah bagaimana beku dan hangat bisa kurasa menjadi satu
Jemariku dan mataku, menatap lurus puisi yang ku kirim untukmu jutaan detik lalu

Puisi yang kubuat untukmu, kau pasti suka, karena resepnya datang dari surga.
Surga yang berwarna. Oh iya, suatu saat jika nanti kau buta warna, Mas
Aku telah siap melukis pelangi monokrom dilangitmu

Kita terdiam, aku tersenyum, dan berusaha kusembunyikan olehmu
Seakan kau bisa menembus ruang melihatku, tapi aku tau, kau tahu senyum itu

Mas, aku tidak tahu menahu tentang arsitektur.
Tapi ulahkukah yang membuat senyummu jadi jembatan antara bumi dan surga malam ini?
Entahlah, aku tak tahu pasti. Tapi saat ini
Aku yang tak tahu menahu tentang ilmu bumi ini tahu pasti
Bahwa tatapan matamu, walau dibayangku, masih buatku lupa akan gravitasi
Akupun tidak paham strategi pasukan Purdi abad 13
Yang aku tahu hanyalah membentengimu dari panah wanita berengsek

Aku bergeser dan menatap langit disela jendelaku
Andai kita satu langit, disitu

Mas, aku tak paham astronomi
Tapi gugusan bintang setuju membentuk konstalasi rindu
Kala langitku dan langitmu dipisahkan oleh waktu
Aku juga tidak tahu menahu tentang matematika
Tetapi setiap aku memikirkanmu
2 kali 21 hasilnya selalu 5 huruf, sama dengan cinta

Aku menggodamu lewat angka, aku tahu kau tak suka matematika.
Kau tak butuh hitungan, karna kamu tahu, rasaku takkan pernah terhitung sampai kapanpun

Mas, saat ini aku hanya membawa bekal setumpuk keyakinan
Dan kotak berisikan hati
Apa itu cukup untuk menjelajahi waktu bersamamu?
Tenang saja, dan mencobalah menjelajah bersamaku
Meskipun aku tak paham terhadap ilmu apapun, kecuali memahamimu
Namun ingatlah, selama kita menjelajahi waktu
Mungkin aku sering melompat, terbang
Namun tenanglah, Mas, didasar hatimulah aku selalu jatuh
Seangkasa dan sepalung manapun kita terbang tenggelam
Mana bisa kamu mati, Mas
Jika surga memiliki nadi, cinta kita adalah denyutnya

Kau tersentak. Kata kata itu menusuk hingga relung dan batinmu

Ya, surga bernadi dan cinta kita denyutnya
Oh Mas, cahaya kedua setelah matahari
Betapa aku telah jatuh padamu dan menolak bangun lagi

Biarlah ucap kuasa Tuhan yang membentuk senyummu
Jatuhlah seperti hujan memukul tanah, jatuhlah sesuai kalender surga
Namun, apalah guna kalender jika hanya mengurut hari,
Kamu telah menjadi detik yang kulewati, dan segala musim yang kulalui

Kita terdiam, hening, dan aku merekam bunyi napasmu
Sebagai pengingat, kau adalah udaraku

Tidak tahu menahu tentang otomotif, tetapi namaku disebut olehmu
Detak jantungku bisa melesat cepat, membalap apa saja, siapa saja
Entah terbuat apa dirimu, ketika kudengar namamu
Talangmus diotakku tak henti menggambar wajah dan nadiku yang bergemuruh
Bumi berputar, tapi aku tidak pusing karenanya, kau mau berputar-putar
Biarlah aku pusing, asal tidak lepas pandangaku kearahmu
Tuhan Maha Pecinta, Dia turunkan butiran seujung kukunya
Melalui jemarimu dan kata-katamu yang luar biasa.
KeMahahaan Tuhan kulihat kadang humoris
Menyiadakanmu di musim galau
Seperti menurunkan hujan di musim kemarau, aku terhibur
KeMahaan Tuhan Sang Pengatur Segala
Disediakannya kamu sebagai salju
Yang siap membekukank dalam setian deretan kata-kata syahdu
Aku malu.

Aku ingin melihat antrian kata  yang berdesakkan di isi kepalamu, Mas
Aku ingin menyaksikan kuasa Tuhan melalui jemarimu

Aku tercekik rindu,  waktu dan ruang seakan menghukumku
Andai bumi tak berputar, andai waktu terhenti.
Aku abadikan saat ini

Aku menyalahkanmu, Mas
Kini paru-paruku hanya sebesar 1 cm
Ruang napasku disesaki oleh baris cantik huruf-huruf yang tersusun semesta pikirmu
Akupun masih menyalahkanmu, huruf-hurfumu berbaris seperti tentara
Kini telapak kakiku meleleh, berdiri diatas kata-katamu yang membara
Ini salahmu, Mas jika esok matahari memusuhiku
Karena hangat kata dan sapamu cukup membuatku melewati ribuan hari tanpa pagi
Dan aku masih menyalahkanmu, kamu biang keladi
Seenaknya menghentikan waktu dunia dengan kalimat ajaib
Yang setara dengan mantra surga

Kini Mozzart, Bethoven bahkan Choppin bisa murka,
Karena melodi terindah bagiku terlantun dari kata galian tarian lidahmu
Dalam setiap kecapmu
Tuhan Maha Kreatif, Dia mencinptakan berbagai kalimat semangat
Untuk hidupku dan salah satunya datang dari dirimu

Aku tidak pernah menanyakan  apa itu cinta
Hingga kau datang dengan ribuan jawaban
Jawaban yang akan terus kupilih berkali-kali sampai mati
Iya, kau jawabanku atas hal-hal yang bahkan belum kutanyakan
Karena aku yakin,- meyakini

Ini detik aku melepasmu, dan aku akan kembali pada bayangmu
Dan menggemgam hampa jemari yang berjarak

Terimakasih, Mas
Kini nadiku kembali berdenyut, tatkala gubahan katamu menelusuk sanubari
Dan menari-nari dalam pembuluh arteri
Kau diam, Aku mati
Selamat Tidur, Mas


Danis House, Pare, 30 Januari 2016

Kamis, Mei 12, 2016

0

Jangan Kembali

Tempat ternyaman bagiku, Hatimu, 12 Mei 2016


Untukmu, pemilik senyum manis yang melankolik

                Surat ini khusus aku alamatkan ke rumah hatimu. Tempat dimana aku pernah berkunjung sebagai tamu, namun tak pernah ku ketahui alamat detail nya dan daerah spesifik nya. Entah apa yang sedang aku pikirkan, tapi tiba-tiba saja bayanganmu menyelinap, mengendap-ngendap masuk dalam ruang kendali otak-ku dan mengambil alih jaringan utama pengendali tubuhku. Mengganti seluruh pemikiran dengan memori kenangan saat awal kita berjumpa. Aku masih ingat betul saat kamu menyapaku terlebih dahulu, saat kamu memanggil namaku. Aku tak akan pernah melupakan rentetan peristiwa yang terjadi diantara kita. Dan satu hal yang paling ku ingat betul saat kau mengucapkan kalimat, “Ini aku mau pulang ke Surabaya, kenapa? Kangen?” Aku selalu selalu ingat bagaimana caramu dan caraku untuk menikmati detik yang berganti menjadi menit, menit yang melangkah menuju jam. Nyatanya, aku belum benar-benar membuang semua tentangmu dari otak-ku.

Kepada kamu, yang mungkin saja telah melupakanku

                Ini adalah bulan keempat setelah kamu memilih beranjak pergi dari hidupku. Semua terasa berbeda. Sungguh. Tak ada hal lain yang aku lakukan, selain menemukan cara terbaik untuk menyingkirkan kamu dari sudut talangmus-ku. Aku bertingkah seakan-akan melupakanmu adalah hal yang paling mudah dilakukan. Begitu dahsyatnya perpisahan tanpa kalimat selamat tinggal, hingga membuatku hilang arah pada apa yang sesungguhnya bukan milikku. Aku menulis ini dengan sangat hati-hati, agar setiap deretan aksara nya tak lagi menyebabkan tangis dan agar kenangan tentangmu tak lagi menimbulkan duka. Aku tak pernah memaksa pengendali tubuhku untuk melupakanmu, semakin aku memaksakan diri untuk melupakanmu, semakin kamu memenuhi sudut-sudut terpencil di labirin otak-ku. Sementara aku tak ingin melukai diriku dengan memutar kembali sinema cinta kita dengan cara menyakitkan.
                Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu? Apakah dia sangat memahamimu? Apakah dia mau menantimu berjam-jam? Apakah kekasihmu mau memaklumi setiap detail sikapmu yang kekanak-kanakkan? Apakah kekasihmu mau rela menahan kantuknya hanya untuk mendengarkan suara beratmu dari ujung telepon? Ah.. mungkin dia lebih baik dari diriku sehingga kamu lebih memilihnya. Aku tak masalah. Namun, rasanya aku seperti diberi larutan asam pada lukaku yang menganga lebar. Saat kamu mengatakan bahwa kamu sudah menemukan penggantiku begitu mudah. Aku tak menyangka jika selama ini sesuatu yang aku anggap nyata hanyalah bayang semu yang aku ciptakan sendiri bersama ilusi-ilusi yang kaya akan pemanis buatan. Sampai saat ini aku tak menyangka, jika aku memperjuangkan orang yang sama sekali tak pernah melihat seberapa keras usahaku untuk mengaminkan doaku. Bertemu dengan mu.

                Mungkinkah sepasang hati bisa jatuh cinta, walaupun mereka belum pernah bertemu? Atau mungkinkah seseorang dengan mudah menyerahkan segenap hatinya kepada sosok orang yang belum pernah ditemuinya?

                Kamu masih ingat dengan kalimat diatas? Kalimat dimana aku secara tidak langsung memberikan kesempatan padamu untuk membunuhku secara perlahan dengan semua ketidakpastian yang terlihat pasti. Mungkin aku adalah gadis terbodoh, yang begitu mudah menyerahkan hatinya pada seorang pria yang tak kuketahui sebelumnya. Mungkin hanya aku yang memahfumi, jika tak ada yang mustahil dalam cinta, sekalipun mencintai kamu yang belum terjamah pertemuan. Aku menyerahkan seluruh hatiku padamu, meskipun pada akhirnya kamu membuka luka lamaku kemudian menaburinya dengan kristal asam. Rasanya Perih. Andai aku punya mesin waktu yang membawaku meremidi semua hal yang berkaitan tentang kita. Hal pertama yang aku pilih adalah, aku tak bertemu dengan kamu. Aku tak ingin mengulangi kesalahan lampauku. Menanti yang tak kunjung pasti, yang selalu menaburi asam pada hati dan tak sadar jika dirimulah yang selalu aku nanti. Andai aku bisa lebih bersabar, mungkin aku tidak akan mengijinkan hatiku berlabuh pada hatimu.

Untukmu, seorang lelaki yang menjadi penambang rindu di hatiku.

                Sudah lama aku tak mengetahui kabarmu, bagaiana keseharianmu dan pekerjaanmu. Apakah hal itu penting untuk aku lakukan? Aku sudah melindungimu dengan doaku. Mengamankanmu dengan amin yang selalu kupanjatkan untuk pembahagiamu. Aku juga sudah melindungimu dalam kenangan. Masih bolehkah? Aku selalu merindukan setiap detail kejadian bersamamu, masih pantaskah? Aku rindu kamu begitu juga dengan kita. Aku rindu dengan suara khasmu yang muncul saat kamu ucapkan kata “rek”. Aku rindu lelaki yang selalu punya cara tersendiri untuk meluiuhkanku. Aku rindu saat aku menjadi pusat perhatianmu, saat yang kamu lakukan adalah memandangku.
                Surabaya. Ada banyak hal yang aku pelajari di kota tersebut. Tentang artian menanti yang tak pasti. Saat tiap tangis yang tercipta, hanya akan menimbulkan duka. Tentang artian mencintai walaupun dikhianati. Tentang artian memperjuangkan yang seharusnya dilepaskan. Surabaya. Ada banyak hal yang tak bisa aku lupakan dari Surabaya, salah satunya adalah… seyummu.


Dari seseorang yang
Mempersilahkanmu  masuk dalam ruang tamu hatiku,
Yang memberimu ruang untuk berbicara cinta
Yang menyuguhhkan kudapan manis
Namun kau hancurkanku dengan begitu miris.


Selasa, Mei 10, 2016

0

Jangan Bilang Kamu Mencintaiku

Pinterest
Tak ada lagi penjelasan yang mampu memperbaiki kita. Kamu terlalu rumit untuk aku pahami. Pemikiranmu terlalu kaku untuk aku lunakkan. Terlalu banyak prasangka yang tak menuju kearah yang bisa menenangkan. Perilakumu selalu menjadi teka-teki yang tak kumengerti. Kamu memaksaku untuk selalu memahami jalan pemikirannmu. Kamu menginginkan aku agar memahfumi setiap perkataanmu, yang tentu saja tak bisa kutebak dengan mudah. Kamu menuntutku untuk memaklumi setiap gerak-gerik perilakumu yang tak tertangkap oleh mataku. Aku mencoba sabar dengan sikapmu yang selalu begitu. Dengan tutur bahasamu yang selalu saja dingin terhadapku. Dihadapmu aku tak pernah benar, meski aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjelaskan yang seharusnya aku biarkan. Kita.
Aku bersikeras untuk merapikan apa yang seharusnya aku tinggalkan. Berharap jika suatu hari nanti perhatianmu akan menderas ke arah ku. Aku mencoba sekuat tenaga untuk membuat kita menjamah pertemuan yang selalu aku nantikan. Meskipun yang ku temui selalu bayang semu dirimu yang aku buat dengan derai air mata. Namun kamu masih saja diam membisu. Sadarkah kamu, bahwa perjuangan-ku juga butuh kepedulianmu, entah karena kamu terlalu bodoh untuk menilai, atau terlalu egois untuk memaklumi. Aku mencoba ikhlas, meski air mataku akan habis terkuras. Aku berusaha bertahan, mempertahankan apa yang seharusnya aku lepaskan.
Dalam kurun waktu empat bulan ini, aku sudah beberapa kali mengunjungi tempat tinggalmu. Surabaya. Aku sudah menunggu sangat lama untuk menemuimu.  Berharap anganku bertemu dirimu bisa menyentuh kenyataan. Namun, mengapa hanya diam dan bisumu yang ku dapati di hari-hari yang seharusnya menjadi pertemuan kita? Apakah kesabaran dan perjuangan yang kulakukan benar-benar tidak terlihat dimatamu? Kamu tak pernah ada disini saat aku membutuhkan mu. Aku juga tak bisa memahami lagi, apakah kebersamaan kita masih pantas aku perjuangkan? Pantaskah sosokmu selalu aku pertahankan, jika yang kudapatkan hanya pengabaian, ketidakpedulian, dan kebohongan. Bagian manakah yang bisa memberi kebahagiaan?
Kamu jauh disana. Tak ada yang bisa kulakukan selain berharap kamu merindukan-ku. Rasa sakitku semakin membesar, membentuk luka yang sulit disembuhkan. Kamu selalu berharap aku mengerti, sementara yang hanya kamu lakukan hanyalah berdiam diri. Apakah ini yang kau sebut dengan mencintai? Kamu pernah bilang jangan mempercayai orang lain, tapi percayalah sama hatimu. Tapi yang sering kamu lakukan adalah menghakimi kesalahanku dengan sesukamu. Apakah ini yang kamu sebut dengan memaklumi? Bukankah kamu sudah tahu bagaimana rasanya dikecewakan, seharusnya kamu lebih tau menghargai pengorbanan. Apakah ini yang kamu maksud dengan berpenglaman? Aku meragu.



Tolong jangan berperilaku seakan-akan menginginkanku,
Jika yang kamu selalu lakukan adalah
membagi hatimu pada setiap wanita yang memujamu.

Senin, Mei 02, 2016

0

Persinggahan Duka

Favim

Selamat datang di persinggahan duka
Yang mungkin akan membuat matamu terbuka.
Bahwa mencintai bukan hanya soal bahagia.
Tetapi juga berkorban dengan penuh lara.

Disini aku sebagai tempat singgah
Yang tak pernah bisa menyanggah
Jika  akan selalu menjamu tamu dengan sungguh.
Dengan resiko, hati yang selalu terbunuh.

Tak peduli jika aku penuh luka.
Yang ku tawarkan akan selalu sama.
Kebahagiaan yang penuh tawa.
Meskipun bayarannya hanya merana.

Disini aku punya tempat yang humoris.
Yang selalu menyajikan kenangan manis.
Dan senyumnya akan terlihat meringis.
Karena sebetulnya dia menangis.
Dan membuat hatinya ter iris tipis-tipis.

Jangan lupa mengucapkanku selamat tinggal.
Karena suatu saat kau akan menyesal.
Memilih dia yang membuatmu hatimu meninggal.

Aku tak menuntut tamuku kembali.
Karna memang sudah takdirnya aku begini.
Menjalani hari hari dengan patah hati.
Dan menjadikannya kenangan dalam sebuah melodi.
Yang akan kau putar disuatu hari nanti.
Dan menjadikanmu merindukanku setengah mati.

Selamat tidur para tamu ku.
Aku akan selalu merindu.
Meski tak akan berujung temu.
Karena aku hanyalah sebuah bayangan semu.
Yang hanya bisa diam dan membisu


Dan segala rasa cinta yang tak mungkin kau balas.
Aku akan terima dengan hati yang ikhlas.

Semarang, 02 Mei 2016

Senin, Maret 28, 2016

0

Dalam Doaku

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
1989
Sapardi Djoko Damono

Kamis, Februari 25, 2016

0

Saat Aku Dikotamu dan Kau Terlelap

Pada saat itu, saat aku mengunjungi kotamu. Surabaya. Waktu  menunjukkan pukul 04.30. Aku pikir waktu yang ditunjukkan oleh jam tanganku sesuai dengan waktu di-tempatmu. Aku bisa pastikan bahwa kulit wajahmu pasti sedang terlipat diantara kerutan-kerutan sarung pembungkus bantal kepunyaanmu. Lantas aku mengira-ngira, membayangkan bagaimana posisimu saat terlelap. Rambutmu yang hitam pekat, dengan potongan rambut model cepak  dan mempunyai belahan rambut kekiri menumpuk disisi kanan, karena kamu tidur tertelungkup dengan muka menghadap ke sisi kiri. Tangan kananmu sedang menggenggam benda ajaib yang lebar dan pintar. Tablet. Sedang tangan kirimu tampak menggapai. Aku tersipu dengan semburat warna merah pada tulang pipiku. Aku tersenyum, tapi jelas terasa hatiku ngilu karena penuh kecewa. Aku hanya bisa membayangkanmu, tanpa bisa menyentuh tubuh dan pikiranmu.

Lalu aku melanjutkan dialog dengan khayalanku. Membentuk narasi-narasi singkat agar aku bisa berandai-andai jika pada saat itu aku berada tepat disisimu. Kamu pasti tahu, akhir-akhir ini, aku selalu ingin mencuri waktumu. Menyita perhatianmu. Semua aku lakukan semata-mata supaya aku bisa tergelincir dan terpilin masuk kedalam lipatan-lipatan seprai tempat tubuhmu sekarang terbaring dengan mata terpejam. Syukur-syukur aku bisa melompat dan memasuki alam bawah sadar yang disebut mimpi, kemudian berlari-lari riang memenuhi ruang imajimu. Ah, Aku teringat, kamu pernah berkata jika ada orang yang masuk dimimpimu, itu berarti orang tersebut sedang merindukanmu. Kamu perlu tahu, jika aku memang sedang merindumu. Lantas aku bertanya, apakah aku pernah berada dimimpimu? Talamusku lalu tertawa dengan kencang dan menertawai seluruh organku yang masih menyimpan namamu. Bagaimana tubuhku masih bisa mencinta pada seorang lelaki yang punya hati yang kerasnya melebihi baja? Hatiku membelamu tetapi bibirku mengatup bisu tanpa ada penjelasan.

Sudah hampir setengah tahun aku begini. Lima bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Lalu kalikan lagi enam puluh. Niscaya akan kau dapatkan angka ini: 777.600.000 Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu. Aku jamin, angka itu bisa lebih fantastis jika ditarik sampe skala nano. Kamu bisa membuktikannya sendiri. Dan aku berani bertaruh, engkau masih disitu. Ditiap inti detik, dan didalamnya lagi, lagi, lagi, dan lagi. Kamu perlu tahu, penunjuk waktuku tak perlu mahal. Memang bersamamu memberikan sensasi keabadian sekaligus mortalitas. Rolex-pun tak mampu berikan hal itu. Mengertilah, tulisan ini tak bertujuan untuk merayu atau membunuhmu lewat rentetan aksara. Kejujuran sudah seperti riasan wajah anak muda yang menor, aku tak bisa membayangkan jika menambahinya lagi dengan rayuan. Angka ratusan juta tadi adalah fakta matematis. Empiris. Siapa yang bilang jika cinta tak bisa logis. Cinta mampu merambah dimensi angka dan rasa sekaligus. Kamu percaya kan?

Aku melihat jam tanganku kembali, sekarang ditempatku berdiri, Gedung Dyandra Convention Centre menunjukkan pukul 05.30. Tak terasa sudah satu jam aku disini memikirkanmu. Menyumbangkan lagi 216.000 milisekon kedalam rekening waktuku. Terima kasih, aku haturkan padamu, karenamu aku semakin kaya saja. Andaikan bisa kutambahkan satuan rupiah, atau dolar dibelakangnya. Tapi menurutku, engkau tak ternilai. Kamu adalah pangkal, ujung, dan segalanya yang ditengah-tengah. Sensasi ilahi. Tidak dolar, tidak yen, tidak juga rupiah, mampu menyajikannya.  

Aku tak pernah tahu dan paham tatanan tempat tidurmu. Bukan aku yang sering menikmati tempatmu terlelap. Entah siapa saja. Mungkin wanita lain, atau mungkin cuma guling atau bantal-bantal ekstra. Terkadang aku cemburu pada benda-benda mati disekelilingmu. Yang mendapatkan apa yang paling aku inginkan, dan aku kalah dan tak mampu bersaing dengan mereka. Aku tentu saja iri pada baju tidurmu, handukmu, apalagi pada guling. Ahh.. Sudah hentikan! Aku tak bisa melanjutkan hayalanku soal ini. Membayangkannya saja sudah ngeri. Aku ingin merasakan dipeluk olehmu dan didekap tanpa pretensi. Mungkin rasanya seperti disurga. Dan aku perlu beribadah jungkir-balik untuk mendapatkannya.

Kini, izinkan aku sedikit memejamkan mata. Menyusulmu sebentar saja, menyusulmu kealam abstrak, dimana segalanya bisa bertemu. Pastikan kamu ada disana, tidak terbangun karena ingin minum, pipis, mimpi buruk atau pekerjaanmu yang menumpuk. Tunggu aku sebentar. Begitu banyak yang ingin aku sampaikan padamu. Mari kita piknik, makan eskrim kesukaanku, main game bersama, adu otak, bercanda, adu argumen… Tak ada yang tak bisa kita lakukan, bukan?

Tapi, jika aku bisa memilih satu, aku ingin bermimpi tidur disebelahmu. Ada tanganku didalam tanganmu. Tidurku meringkuk disebelah kanan sehingga wajah kita berhadapan. Dan ketika matamu terbuka nanti, ada aku disana. Rambutku yang sedikit berantakan dan wajahmu yang tercetak kerut seprai.

Tiada yang lebih indah dari cinta dua orang dipagi hari. Dengan muka berkilap minyak, bau feromon yang menyeruak, gigi yang berselimut mentega, dan juga mulut masam. Mereka masih berani tersenyum dan saling menyapa “selamat pagi”.


Ahhhh, Aku tersenyum, khayalanku terlalu tinggi. Maafkanlah. 

Rabu, Februari 24, 2016

0

Tidak Dicintaimu - Zarry Hendrik

Karena aku sudah terlanjur mencintaimu.
Seperti rahim yang tak mungkin menelan lagi anaknya.
Sekali-pun laba- laba telah membangun sarangnya dalam hatimu.
Sesungguhnya aku tidak ingin keluar.
Atau biarlah di dalamnya aku di sekap.
Dengan nafas yang terengah- engah.
Teriring isak yang tersandung- sandung di tenggorokan.
Inilah aku yang betapa ingin membangkitkan-mu yang tergeletak.
Mungkin ini garis terberat aku mencintaimu
Ada baiknya aku memohon ampun
Mengakui kelemahan
Menjunjung tinggi belas kasihan
Dan tak lupa berterima kasih
Aku tidak ingin hanya sekedar ada
Tapi siap dan lagi bisa
Bila lengah mata melihat
Atau lelah pundah memikul
Ketahuilah, langkahku tetaplah engkau
Aku ingin terlempar untuk membentur bola matamu
Lalu menggelinding di atas setiap esokmu
Bagiku, wajah yang di pukul kelak masih lebih ringan
Daripada tidak di peluk kamu di saat- saat seperti ini
Karena tidak di cintaimu adalah sesuatu yang baru
Yang membuatku merasa asing di antara segala hati yang membuka pintunya kepadaku
Di dalam tubuhku
Di dalam hidupku
Kaulah darahku
Alasan degup jantungku
Kini aku merasa bahwa hatimu telah menelanku hidup- hidup
Ataukah aku melantur?
Tidak… Aku hanya takut menjadi bangkai dalam hatimu
Itu saja
0

Aku Kalah

Apa orang yang memperlakukan mu dengan begitu baik harus diam-diam menyakitiku? 
Kudengar ia orang yang baik, pekerja keras, mau mengalah, rajin beribadah dan namun diam-diam mengungkapkan perasaannya kepada kekasihku.
Dan itu kau. 
Aku kalah. Aku lengah. Sesaat setelah aku berkedip, kamu lenyap. 
Kau kekasihku telah direnggut, perasaanmu kini terbelah. 
Setengah untuk orang yang begitu baik, setengah lagi hanya teruntuk kutanya-tanya.
Aku tidak menyalahkan mu. Kan kulihat kau bahagia. 
Hanya dulu, aku dapat melihat hati yang penuh pada sepasang bola matamu. 
Sekarang aku kagok oleh karena begitu banyak ketakutan di dalamnya. 
Aku ingin bertepuk tangan, namun khawatir kau tersinggung.

Apakah ini pertanda untukku meniti hidup yang baru untuk seseorang yang baru? 
Aku tidak yakin, sebab sampai di hari ini, rindu selalu lebih kuat dari kekecewaan.
Aku tidak mau memilih, memilih pengganti dengan hati yang hanya memberikan rasa kasihan.
Hati yang menjerit tidak harus selalu menyerukan kesepian.
Biarlah aku sendiri asal tidak memiliki yang tidak aku cintai. 
Ini lebih baik dari asal-asalan.

Hanya dengar kekasihku.
Jangan karena kau cinta aku begitu besar, cintaku jadi tidak berarti apa-apa! 
Kau tahu kalau kau mencintaiku, namun cintakah yang kau inginkan? 
Jika kau bilang kau lebih mencintaiku, lalu untuk diakah sisanya? 
Ah, isi hatimu dipertanyakan. 
Sekarang bayangkan! 
Jika hati kekasihku dicuri orang, akankah hatinya akan kembali dengan utuh? 
Karena siapakah aku yang menjawab tanya sendiri.
Mungkin ini pelajaran bahwa ternyata ada juga cinta yang jahat
Cinta yang mencari celah untuk dapat memisahkan dua hati yang menyatu. 
Aku dan kamu yang dulu pernah menjadi kita.
 Baiklah, baiklah. 
Biar bumi berputar, waktu berjalan dan aku terpaku saja akan bayang-bayangmu.

Yang baik selalu menang, yang terbaik hanya dikenang. Aku kalah.