Welcome To My Little World. Dont Forget To Leave Any Comment and Come Back Again :)

Selasa, November 15, 2016

0

Kehilangan

Ini adalah detik-detik terakhirku mencintaimu. Beberapa menit sebelum masinis membawaku jauh dari tempat tingalmu. Surabaya, kota dimana ribuan janji-janji yang pernah kau buat menguap kepermukaan begitu saja. Entah karena kamu lupa, atau memang dirimu sengaja melupa.

Aku duduk didekat jendela kafe, berkelakar tentang apa yang sedang kau lakukan setelah meninggalkanku. Sampai saat ini, aku masih mengimani jika kau masih memikirkan sedikit tentang kita dan tentu kota Surabaya. Meskipun ada rasa sakit yang sangat saat mengetahui, jika yang orang aku cintai, ternyata tak mau menemui. Hatiku tewas mengenaskan, saat aku harus memahfumi jika yang kau pilih menjadi sandaran adalah dia yang dari awal kau sebut teman. Menggemaskan memang, saat kau memilih dia hanya karena aku terlanjur menyakitimu. Lucu sekali, ketika dia yang kau cintai menyakitimu, kemudian bertingkah seolah dia yang berada dipihak tersakiti. Aku tersenyum getir, merekayasa ulang setiap kejadian-kejadian yang membawaku dikota tempat dimana dirimu menetap.

Ku genggam dan ku tatap lembut sosok pria yang terdapat diponselku. Tak bisa aku sanggah, aku mencintainya dengan sungguh, mengabaikan setiap rintang untuk sekedar bertemu, membuat kita mendekat setiap inchi pada sebuah pertemuan. Namun, pada akhir cerita cinta kita, kau hanya menjadikanku tempat singgah yang bisa kau datangi seenak hatimu. Aku menghela napasku, masih mengilhami bahwa kau akan datang menemuiku, dan merubah semua  keputusanmu. Merana memang, saat harus mengiba kasih, pada orang yang tak bisa mengasihi. Dadaku bergetar hebat, menyembunyikan setiap ratapan kecewa ketika membaca kembali setiap pesan singkat yang membawamu dalam angan disetiap kenangan.

Aku masih menanti datangnya kereta api yang membawaku menjauh dari dirimu, mengitari stasiun Pasar Turi sembari merapalkan doa agar Tuhan mau mengubah skenario kita secara tiba-tiba. Hatiku teriris tipis-tipis saat mengingat ini adalah kesempatan terakhir untuk membiarkan diriku tetap jatuh cinta kepadamu. Karena takdir lebih setuju membuatmu terikat pada perempuan lain yang sering kau pikat melalui cinta maya yang sesaat. Distasiun ini, semua kenangan tentang bagaimana kau dan aku bermula dulu mulai datang dan membuat dadaku semakin sesak. Bagaimana tidak, tempat yang dulu kau janjikan menjadi tempat pertemuan kita, kini membuatku nelangsa dan penuh duka.

Stasiun. Mengkin untuk sebagian orang, stasiun adalah tempat dimana kecupan kening mempunyai arti bukan sekedar kecup, tetapi juga untuk tetap mengimani dan percaya pada cinta yang berjarak. Namun bagiku, stasiun adalah kuburan; tempat dimana aku memakamkan kenangan yang berulang kali datang untuk menghantuiku. Sebab, ditempat ini pulalah aku dan semua akal sehatku harus membunuh secara sadis ratusan anak rindu yang berharap sebuah temu.

Tak kusadari, aku menangis saat menjauhi peron menuju kereta api yang membawaku pulang. Meratapi setiap kejadian-demi-kejadian yang membuatku lupa akan kewarasan. Semua hal yang aku lakukan selalu saja berpusat pada sosok dirimu yang tak bisa aku miliki. Kamu, adalah empat aksara yang menjadikanku linglung akan kepastian. Meraba-raba setiap jengkal kemungkinan dengan harapan yang hanya bisa jadi angan. Diluar hujan, dan didalam hati banyak kenangan. Mereka tak berteman, entah siapa nanti yang akan menang. Yang jelas keduanya mengingatkanku akan sebuah sedih yang sangat saat kehilangan.


Banaran, 15 Novmber 2016
Dari gadis lugu yang mencoba menemuimu
pada februari dua ribu enam belas.





Selasa, Mei 31, 2016

0

Elegi 1001 Mawar Merah

Favim
Sayang,
Sekarang aku sudah tidak ada dipusat pengendali segala rasamu,
Sebab itu, bacalah sepenggal kertas yang aku simpan rapi dilaci lemari talamusmu.
Itu bukan surat wasiat atas perihal kematian.
Melainkan puisi yang sengaja kuletakkan ditempat tersembunyi.
Agar kelak kamu memahami.
Bahwa cintaku padamu tak akan pernah mati.
Sayang,
Sebelum kamu membacanya.
Aku mohon, pejamkan mata.
Mengusik masalalu dengan mengenang singkat bagaimana kita bertemu
Sesaat sebelum amarahmu memaksaku angkat kaki dari hadapmu
Dan membunuh semua anak rindu yang mengharap temu.
Sayang,
Aku ingin menyampaikan perihal tanda baca titik pada kalimat “aku mencintaimu.”
Dia tak berseru, tak berjeda, tak menanya, bahkan tak berhenti sejenak.
Dia mengakhiri yang baru saja aku nikmati.
Perihal rangkaian karangan 1001 mawar merah
Yang dulu sering kita bicarakan diruang tamu hatiku.
Yang kini menghitam dan berubah menjadi elegi.
Ketahuilah sayang,
aku sudah menutup mataku dengan senyumanmu.
Sehingga saat orang lain adalah alasanmu bahagia,
Kau mengerti kenapa aku lagi tak bisa melihat dunia.
Sebab aku mencintaimu,
Aku sudah mengganti kakiku dengan namamu
Sehingga saat kamu tak kembali padaku,
Kau tau kenapa aku tak pernah bisa melangkah lagi.
Sebab aku mencintaimu,
Aku sudah mengganti darahku dengan kenangan kita
Sehingga saat kamu lupa
Kamu bisa mengingatnya dengan merobek nadiku.
Sebab aku mencintaimu.
Sebab aku mencintaimu,
Sebab aku mencintaimu
Sebab, aku mencintaimu
Aku sudah mengganti udara dengan dirimu,
Sehingga saat kamu pergi.
Kau tahu kenapa aku bisa mati.
Sebab aku sudah tak bisa berpikir, karena hanya epitaf wajahmu yang terukir.

Sebab aku mencintaimu.
Sebab aku mencintaimu,
Sebab aku mencintaimu
Itulah mengapa dulu, aku tak pernah berhenti memintamu untuk kembali
Meski yang kau lakukan hanyalah menikam jantungku dengan belati.
Yang membuat diriku kini mati.


Semarang, 31 Mei 2016



Elegi (n); syair atau nyanyian 
yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita 
(khususnya pada peristiwa kematian)
1001 Mawar merah (n); Simbol cinta yang abadi

Jumat, Mei 13, 2016

0

Rindu

Surya menyapaku, bulan menemanimu
Kita tak berada dalam satu langit, tapi seluruh angkasa menyambutmu
Mereka mengirimmu dalam ruang rindu
Kau, misteriku, napas keduaku, bulir nadiku
Sapa aku dalam ruang rindu.
Aku berdiri, aku tak berjarak dengan telepon genggam, pengganti pelukmu.
Kring…
Nada telepon itu adalah nyanyian benda canggih terhebat
Dan auramu merambat menggetariku
Inilah waktuku, inilah waktumu, kau retakkan telingaku.

Selamat malam Mas, karenamu aku  jadi mengingat
Jika aku memukulmu, Tuhan memukulku
Akupun teringat, semoga hujan ditempatmu bukan wanita
Karena aku bisa cemburu, dia lebih dulu menyentuh tubuhmu.

Aku mendengar suaramu, menembus labirin otakku
Entah bagaimana beku dan hangat bisa kurasa menjadi satu
Jemariku dan mataku, menatap lurus puisi yang ku kirim untukmu jutaan detik lalu

Puisi yang kubuat untukmu, kau pasti suka, karena resepnya datang dari surga.
Surga yang berwarna. Oh iya, suatu saat jika nanti kau buta warna, Mas
Aku telah siap melukis pelangi monokrom dilangitmu

Kita terdiam, aku tersenyum, dan berusaha kusembunyikan olehmu
Seakan kau bisa menembus ruang melihatku, tapi aku tau, kau tahu senyum itu

Mas, aku tidak tahu menahu tentang arsitektur.
Tapi ulahkukah yang membuat senyummu jadi jembatan antara bumi dan surga malam ini?
Entahlah, aku tak tahu pasti. Tapi saat ini
Aku yang tak tahu menahu tentang ilmu bumi ini tahu pasti
Bahwa tatapan matamu, walau dibayangku, masih buatku lupa akan gravitasi
Akupun tidak paham strategi pasukan Purdi abad 13
Yang aku tahu hanyalah membentengimu dari panah wanita berengsek

Aku bergeser dan menatap langit disela jendelaku
Andai kita satu langit, disitu

Mas, aku tak paham astronomi
Tapi gugusan bintang setuju membentuk konstalasi rindu
Kala langitku dan langitmu dipisahkan oleh waktu
Aku juga tidak tahu menahu tentang matematika
Tetapi setiap aku memikirkanmu
2 kali 21 hasilnya selalu 5 huruf, sama dengan cinta

Aku menggodamu lewat angka, aku tahu kau tak suka matematika.
Kau tak butuh hitungan, karna kamu tahu, rasaku takkan pernah terhitung sampai kapanpun

Mas, saat ini aku hanya membawa bekal setumpuk keyakinan
Dan kotak berisikan hati
Apa itu cukup untuk menjelajahi waktu bersamamu?
Tenang saja, dan mencobalah menjelajah bersamaku
Meskipun aku tak paham terhadap ilmu apapun, kecuali memahamimu
Namun ingatlah, selama kita menjelajahi waktu
Mungkin aku sering melompat, terbang
Namun tenanglah, Mas, didasar hatimulah aku selalu jatuh
Seangkasa dan sepalung manapun kita terbang tenggelam
Mana bisa kamu mati, Mas
Jika surga memiliki nadi, cinta kita adalah denyutnya

Kau tersentak. Kata kata itu menusuk hingga relung dan batinmu

Ya, surga bernadi dan cinta kita denyutnya
Oh Mas, cahaya kedua setelah matahari
Betapa aku telah jatuh padamu dan menolak bangun lagi

Biarlah ucap kuasa Tuhan yang membentuk senyummu
Jatuhlah seperti hujan memukul tanah, jatuhlah sesuai kalender surga
Namun, apalah guna kalender jika hanya mengurut hari,
Kamu telah menjadi detik yang kulewati, dan segala musim yang kulalui

Kita terdiam, hening, dan aku merekam bunyi napasmu
Sebagai pengingat, kau adalah udaraku

Tidak tahu menahu tentang otomotif, tetapi namaku disebut olehmu
Detak jantungku bisa melesat cepat, membalap apa saja, siapa saja
Entah terbuat apa dirimu, ketika kudengar namamu
Talangmus diotakku tak henti menggambar wajah dan nadiku yang bergemuruh
Bumi berputar, tapi aku tidak pusing karenanya, kau mau berputar-putar
Biarlah aku pusing, asal tidak lepas pandangaku kearahmu
Tuhan Maha Pecinta, Dia turunkan butiran seujung kukunya
Melalui jemarimu dan kata-katamu yang luar biasa.
KeMahahaan Tuhan kulihat kadang humoris
Menyiadakanmu di musim galau
Seperti menurunkan hujan di musim kemarau, aku terhibur
KeMahaan Tuhan Sang Pengatur Segala
Disediakannya kamu sebagai salju
Yang siap membekukank dalam setian deretan kata-kata syahdu
Aku malu.

Aku ingin melihat antrian kata  yang berdesakkan di isi kepalamu, Mas
Aku ingin menyaksikan kuasa Tuhan melalui jemarimu

Aku tercekik rindu,  waktu dan ruang seakan menghukumku
Andai bumi tak berputar, andai waktu terhenti.
Aku abadikan saat ini

Aku menyalahkanmu, Mas
Kini paru-paruku hanya sebesar 1 cm
Ruang napasku disesaki oleh baris cantik huruf-huruf yang tersusun semesta pikirmu
Akupun masih menyalahkanmu, huruf-hurfumu berbaris seperti tentara
Kini telapak kakiku meleleh, berdiri diatas kata-katamu yang membara
Ini salahmu, Mas jika esok matahari memusuhiku
Karena hangat kata dan sapamu cukup membuatku melewati ribuan hari tanpa pagi
Dan aku masih menyalahkanmu, kamu biang keladi
Seenaknya menghentikan waktu dunia dengan kalimat ajaib
Yang setara dengan mantra surga

Kini Mozzart, Bethoven bahkan Choppin bisa murka,
Karena melodi terindah bagiku terlantun dari kata galian tarian lidahmu
Dalam setiap kecapmu
Tuhan Maha Kreatif, Dia mencinptakan berbagai kalimat semangat
Untuk hidupku dan salah satunya datang dari dirimu

Aku tidak pernah menanyakan  apa itu cinta
Hingga kau datang dengan ribuan jawaban
Jawaban yang akan terus kupilih berkali-kali sampai mati
Iya, kau jawabanku atas hal-hal yang bahkan belum kutanyakan
Karena aku yakin,- meyakini

Ini detik aku melepasmu, dan aku akan kembali pada bayangmu
Dan menggemgam hampa jemari yang berjarak

Terimakasih, Mas
Kini nadiku kembali berdenyut, tatkala gubahan katamu menelusuk sanubari
Dan menari-nari dalam pembuluh arteri
Kau diam, Aku mati
Selamat Tidur, Mas


Danis House, Pare, 30 Januari 2016